Label

Minggu, 10 Maret 2013

Wasabi (JEPANG)





?Wasabi
Wasabi (lukisan Iwasaki Kanen, 1828)
Wasabi (lukisan Iwasaki Kanen, 1828)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Brassicales
Famili: Brassicaceae
Genus: Wasabia
Spesies: W. japonica
Nama binomial
Wasabia japonica Matsum.
Budidaya wasabi di Semenanjung Izu, Jepang
Wasabi (わさび atau 山葵?)(Wasabia japonica, sinonim: Eutrema japonica, bahasa Inggris: Japanese Horseradish) adalah tanaman asli Jepang dari suku kubis-kubisan (Brassicaceae). Parutan rimpang (rizoma) yang juga disebut wasabi, dimakan sebagai penyedap masakan Jepang, seperti sashimi, sushi, soba, dan ochazuke. Daun, tangkai, dan rizoma memiliki aroma harum, sekaligus rasa tajam menyengat hingga ke hidung seperti mustar, tapi bukan pedas di lidah seperti cabai.
Unsur kimia yang menjadikan wasabi memiliki rasa menyengat (pedas) adalah isotiosianat (6-methylthiohexyl isothiocyanate, 7-methylthioheptyl isothiocyanate, dan 8-methylthiooctyl isothiocyanate).[1]. Senyawa ini bersifat antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga irisan ikan segar selalu dimakan bersama wasabi.

JIKA pergi ke restoran sushi, Anda pasti akan melihat gumpalan berwarna hijau yang berasa pedas. Gumpalan hijau itu dinamakan wasabi.

 detail berita 


Wasabi adalah bahan makanan pokok yang digunakan dalam menu sushi, biasanya dipasangkan dengan acar jahe Jepang yang disebut gari. Wasabi dalam bentuk murni adalah akar, bahkan merupakan bagian dari keluarga sayuran, seperti lobak dan sawi. Wasabi dikenal memiliki aroma pedas, tetapi bukan seperti cabai merah yang tingkat kepedasannya keluar berkat capsaisin di dalamnya. Di sini, wasabi hanya melepaskan serangkaian uap panas dan pedas ketika diparut.

Karena memiliki aroma yang kuat, para ilmuwan di Jepang pun bekerja mengolah wasabi untuk diberikan kepada kaum tunarugu demi mengenal aroma pedas. Demikian seperti dilansir The Daily Meal.

Pemakaian wasabi diolah dengan cara diparut, biasanya ditemukan pada resto sushi tradisional. Mereka yang menyukai wasabi akan mencampurnya saat bersantap sushi untuk dicelupkan ke dalam saus khusus (soyu). Cara seperti ini biasanya dikenal sebagai wasabi-joyu.

Wasabi tidak terbatas hanya untuk bersantap sushi, tetapi bisa dikombinasikan dalam rendaman ikan atau diberi ke aioli sehingga saus menjadi pedas. Anda bisa mengonsumsi kacang goreng garing ini bersama wasabi dan gula.

Di negara Barat, wasabi tidak terlalu menjadi andalan dalam menyantap sushi. Karenanya, wasabi tidak disajikan secara autentik, meski memiliki reputasi pedas   


Pemerian

 

Di alam bebas, tanaman hanya tumbuh liar daerah beriklim sejuk, di lembah pinggiran sungai atau di tengah air bersih yang mengalir perlahan-lahan. Di Jepang, wasabi tumbuh liar di sepanjang aliran sungai yang bersih dan sejuk (10-17℃) di daerah pegunungan pulau Honshu, Kyushu, dan Shikoku.
Tanaman herba tahunan, seluruh bagian tanaman memiliki aroma harum sekaligus rasa pedas menyengat bila dimakan. Rizoma berwarna hijau terang, berbentuk bulat panjang dan mengecil di bagian bawah. Daun keluar langsung dari bagian rizoma, tangkai agak panjang dan tumbuh ke atas dengan daun yang melebar. Daun berbentuk seperti jantung, diameter sekitar 10 cm. Di musim semi, dari rizoma keluar tangkai untuk bunga, letak daun bersilangan, dan ukuran daun lebih kecil dari daun yang keluar langsung dari rizoma. Bunga keluar di ujung tangkai, mekar di akhir bulan Februari-Maret, berwarna putih, daun mahkota 4 helai, dan mekar tidak secara berturut-turut.

Sejarah

Budidaya wasabi dimulai sekitar tahun 1596-1615[2] di hulu Sungai Abe, Utōgi, Prefektur Shizuoka. Pada waktu itu, penduduk desa Utōgi mencabut wasabi yang tumbuh liar dan memindahkannya ke lahan di sekitar mata air yang terletak di Idōgashira. Budidaya wasabi di Idōgashira menjadi usaha budidaya wasabi yang pertama di Jepang. Hasilnya dipersembahkan kepada Tokugawa Ieyasu yang tinggal di Istana Sumpu. Menurut cerita, Ieyasu sangat menyukai rasa wasabi hadiah penduduk desa, dan begitu gembira dengan bentuk daun wasabi yang mirip lambang keluarga klan Tokugawa. Menurut cerita lain, penyebaran wasabi ke seluruh Jepang dimulai di pertengahan zaman Edo dari bibit tanaman wasabi yang diterima Itagaki Kanshirō setelah mengajarkan budidaya shiitake kepada penduduk Utōgi.[3]

Budidaya

Berdasarkan tempat penanaman, wasabi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, wasabi air (sawa wasabi) yang ditanam di anak sungai (bahasa Jepang: sawa), dan wasabi ladang (hatake wasabi) yang ditanam di ladang. Wasabi ladang bisa dipanen setelah berumur 18 bulan. Daun, tangkai, dan rizoma wasabi ladang dicampur dengan ampas beras hasil perasan sake. Hasilnya makanan olahan yang disebut wasabizuke untuk teman makan nasi, rasanya asin, manis, dan pedas menyengat. Wasabi air ditanam untuk diambil bagian rizoma yang dimakan mentah setelah diparut. Budidaya kecil-kecilan wasabi di saluran air dan anak sungai sering dijumpai di kawasan pegunungan di Jepang. Wasabi air perlu air yang bersih dan sejuk di tanah berpasir yang kaya hara. Dalam kondisi penanaman yang ideal, pupuk seperti pupuk kandang tidak diperlukan karena air menjadi kotor.
Wasabi air hasil budidaya memiliki rizoma yang lebih besar dibandingkan wasabi ladang atau wasabi liar. Rizoma mengeluarkan Allyl isothiocyanate yang bersifat antimikroba, sehingga tanah di sekitarnya bebas mikroba. Tanaman tidak bisa menjadi besar karena di tanah sekeliling tempat tumbuhnya tidak terdapat mikroba yang dapat menyuburkan tanah. Selain itu, wasabi perlu tumbuh di aliran air yang bersih dan bening supaya Allyl isothiocyanate ikut terbawa bersama air, dan tanaman tidak ikut teracuni. Rizoma wasabi air bisa menjadi besar bila semua kondisi terpenuhi.
Panen wasabi tidak mengenal musim dan bisa dipanen kapan saja. Tanaman siap panen setelah 3-4 tahun, dan akar yang dapat dipanen sedikit, sehingga wasabi terutama wasabi segar berharga mahal. Hanya ada sedikit tempat yang cocok dijadikan sentra produksi di Jepang:
Produksi dalam negeri tidak pernah mencukupi dan wasabi berharga mahal, sehingga Jepang perlu mengimpor sejumlah besar wasabi dari daratan Tiongkok, Taiwan, dan Selandia Baru.

Penggunaan

Wasabi dan alat parut dari logam
Selain wasabi segar, di pasaran tersedia bubuk wasabi dalam bubuk wasabi kemasan kaleng, dan wasabi kemasan tube. Di Jepang, daun dan bunga wasabi digoreng sebagai tempura, dan wasabi digunakan sebagai perasa untuk berbagai produk makanan ringan hingga es krim.
Rizoma wasabi diparut dengan alat parut dari logam (oroshigane). Walaupun demikian, sebagian kecil orang berpendapat aroma wasabi tidak hilang dan terasa lebih enak bila diparut dengan alat parut tradisional dari kulit ikan hiu. Wasabi hanya diparut seperlunya saja sebelum dimakan, karena aroma wasabi hilang di udara terbuka. Rasa pedas hingga keluar air mata merupakan kenikmatan tersendiri bagi penikmat wasabi. Anak-anak yang belum terbiasa, biasanya memakan sushi yang tidak diberi wasabi (bahasa Jepang: sabinuki).
Rizoma wasabi berharga mahal dan metode pengawetannya sulit, sehingga bubuk wasabi dan pasta wasabi dalam tube digunakan sebagai pengganti. Bubuk wasabi dan wasabi dalam tube sering dibuat dari bahan pengganti berupa lobak, dicampur rizoma Armoracia rusticana (bahasa Inggris: horseradish), dan bahan pewarna makanan. Bubuk wasabi kemasan kaleng dicampur dengan air untuk menghasilkan pasta wasabi yang siap santap.
Komposisi bubuk wasabi dan wasabi tube bergantung kepada merek dan produsen. Bila produk mengandung kadar wasabi asli lebih dari 50%, maka di kemasannya ditulis, Hon Wasabi (wasabi asli) atau Hon wasabi shiyō (本わさび使用?, Menggunakan wasabi asli). Definisi "wasabi asli" bisa berarti bagian rizoma atau bagian lain dari tumbuhan (daun dan tangkai). Bila pasta wasabi mengandung kurang wasabi kurang dari 50%, maka pada kemasan ditulis sebagai Hon wasabi iri (本わさび入り?, Mengandung wasabi asli).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar